Sometimes life does not match what is expected. but i know in our life given many choices. depending on whether we have the will to choose life or whether in fact the opposite is not merely to breathe, or just stay on this earth, there are still many things we must do in order to make us more meaningful and could meaning of life.and I know that learning is not just for those who are born in fortunate circumstances. we all have equal opportunity has particularly those, where there is a will,there's way.

Selasa, 15 Maret 2011

Tentang Pagi

Dan kiranya nikmat tuhan mana yang dapat kita tepiskan....dapat melihat pagi hari adalah seumpama...kita terlahirkan kembali untuk mengisi hari yang akan kita jalani...tidak peduli apakah rasa syukur ada dalam diri ataukah tidak sama sekali...karena Dia selalu tidak akan tebang pilih untuk memberikan rasa cinta serta kasihNYA bagi umatnya. tak terasa bulan demi bulan beranjak dari jalan yang sudah ditentukan tetapi adakalanya kita baru menyadari bahwa telah terlalu jauh kita melangkah...udara semakin kian menusuk..di iringi suara angin yang kian membangkitkan separuh jiwa yang mulai kembali kedalam raga...biarlah ini akan menjadi awal untuk aku kembali ke aktivitas yang akan baru saja dimulai...yah, tanpa terasa sudah hampir 3 tahun, rutinitas ini kujalani...terkadang perasaan bosan yang sangat setiap kali datang untuk membunuh tekad yang sudah aku bangun sejak lama...Biarlah...hanya kekuatan yang datang setiap saat untuk mengalahkan segala kebosanan seolah-olah membisikan kepadaku untuk tidak kalah sekarang...kini jam menunjukan jam 5.30 sudah bisa kurasakan samar-samar roda kehidupan mulai terasa olehku...tentu saja akan dapat menggerus habis bagi orang yang malas, ahhhh terkadang sama saja hari-hari yang kulalui, biarkan saja aku juga sering merasakan seperi itu..ku coba untuk mendahului waktu, menghentikan waktu toh...memang segala sesuatu harus bermula dari niat kita sendiri jika ingin memenangkan waktu maka jangan pernah lari dari keadaan apapun...toh bukankan takdir sudah ditentukan dan memang kubiarkan berjalan sendirinya...tinggal kutunggu mimpi-mimpi yang akan datang utuk menjemputku.

Sabtu, 20 Maret 2010

Perjalanan


Saudariku tampak pucat dan kurus. Namun sebagaimana kebiasaannya, ia tetap membaca Al-Qur' an...

Jika Engkau mencarinya, pasti akan mendapatinya di tempat shalatnya, sedang rukuk, sujud dan mengangkat kedua tangannya ke atas langit... Demikianlah setiap pagi dan petang, juga di tengah malam buta, tak pernah berhenti dan tak pernah merasa bosan.

Sementara aku amat gemar membaca majalah-majalah seni dan buku-buku yang berisi cerita-cerita. Saya juga biasa menonton video, sampai aku dikenal sebagai orang yang keranjingan nonton.

Orang yang banyak melakukan satu hal, pasti akan ditandai dengan perbuatan itu. Aku tidak menjalankan kewajibanku dengan sempurna. Aku juga bukan orang yang melakukan shalat dengan rutin.

Setelah aku mematikan Video Player, setelah selama tiga jam aku menonton berbagai macam film berturut-turut, terdengarlah adzan dari masjid sebelah.

Akupun kembali ke pembaringanku. Wanita itu memanggilku dari arah mushallanya. "Apa yang engkau inginkan wahai Nurah?" Tanyaku. Dengan suara tajam saudariku itu berkata kepadaku: "Janganlah engkau tidur sebelum engkau menunaikan shalat Shubuh!" "Ah, masih tersisa satu jam lagi, yang engkau dengar tadi itu baru adzan pertama ... "

Dengan suaranya yang penuh kasih -demikianlah sikapnya selalu sebelum terserang penyakit parah dan jatuh terbaring di atas kasurnya- saudariku itu kembali memanggil: "Mari sini Hanna, duduklah di sisiku." Sungguh aku sama sekali tidak dapat menolak permintaannya, yang menunjukkan karakter asli dan kejujurannya ... Tidak diragukan lagi, dengan pasrah, kupenuhi panggilannya.

"Apa yang engkau inginkan?" Tanyaku. "Duduklah." Ujarnya, Akupun duduk. "Apa gerangan yang akan engkau utarakan?" Dengan suara renyah dan merdu, ia berkata:
"Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surah: Ali Imran ayat 85, (yang artinya):
"Masing-masing jiwa akan mati. Sesungguhnya kalian hanya akan dipenuhi ganjaran kalian di hari Kiamat nanti ... "
Dia diam sesaat. Kemudian ia bertanya kepadaku: "Apakah engkau percaya pada kematian?" "Tentu saja aku percaya." Jawabku. "Apakah engkau percaya bahwa engkau akan dihisab terhadap perbuatan dosa besar maupun kecil...?" "Benar. Tetapi Allah itu Maha Pengampun, dan umur itu juga panjang.." Jawabku.
"Hai saudariku! Tidakkah engkau takut akan mati mendadak? Lihatlah si Hindun yang lebih kecil darimu. la tewas dalam kecelakaan mobil. Juga si Fulanah dan si Fulanah." Ujarnya. "Kematian tidak mengenal umur, dan tidak dapat diukur dengan umur.." Ujarnya lagi.

Dengan suara ngeri aku menjawab ucapannya di tengah ruang mushallanya yang gelap: "Sesungguhnya aku takut dengan kegelapan, sekarang engkau malah menakut-nakutiku dengan kematian, bagaimana sekarang aku bisa tidur? Aku kira sebelumnya, engkau bersedia untuk bepergian bersamaku dalam liburan ini."
Tiba-tiba suaranya terisak dan hatikupun terenyuh: "Kemungkinan, pada tahun ini aku akan bepergian jauh, ke negeri lain... Kemungkinan wahai Hanna... Umur itu di tangan Allah... Dan meledaklah tangisnya.

Aku merenung ketika ia terserang penyakit ganas. Para dokter secara berbisik memberitahukan kepada ayahku bahwa penyakitnya itu tidak akan membuatnya bertahan hidup lama. Tetapi siapa gerangan yang memberitahukan hal itu kepadanya? Atau ia memang sudah menanti-nantikan kejadian ini?
"Apa yang sedang engkau fikirkan?" Terdengar suaranya, kali ini begitu keras. "Apakah engkau meyakini bahwa aku menyatakan hal itu karena aku sedang sakit? Tidak sama sekali. Bahkan mungkin umurku bisa lebih panjang dari orang-orang yang sehat. Dan engkau sampai kapan masih bisa hidup? Mungkin dua puluh tahun lagi. Mungkin juga empat puluh tahun lagi. Kemudian apa yang terjadi?" Tangannya tampak bersinar di tengah kegelapan, dan dihentakkan dengan keras.

Tak ada perbedaan antara kita semua. Masing-masing kita pasti akan pergi meninggalkan dunia ini; menuju Surga atau Neraka... Tidakkah engkau menyimak firman Allah dalam Al-Qur’an Surah: Ali Imran ayat: 185, yang artinya:
"Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia lelah beruntung?"
Semoga Pagi ini engkau baik-baik saja ...
Dengan bergegas aku berjalan meninggalkannya, sementara suaranya mengetuk telingaku: "Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu. Jangan lupa shalat."
Jam delapan pagi, aku mendengar ketukan pintu. Ini bukan waktu kebiasaanku untuk bangun. Terdengar suara tangis dan hiruk pikuk... Apa yang terjadi?
Kondisi Nurah semakin parah. Ayahku segera membawanya ke rumah sakit. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi raaji'un.
Tidak ada tamasya pada tahun ini. Sudah ditakdirkan aku untuk tinggal di rumah saja tahun ini. Pada jam satu waktu Zhuhur, ayahku menelepon dari rumah sakit: "Kalian bisa menjenguknya sekarang, ayo lekas!"
Ibuku memberitahukan, bahwa ucapan ayahku terdengar gelisah dan suaranya juga terdengar berubah ... Jubah panjangku kini sudah berada di tanganku ..

Mana sopirnya? Kamipun naik mobil dengan tergesa-gesa. Mana jalan yang biasa kulalui bersama sopirku untuk bertamasya yang biasanya terasa pendek? Kenapa sekarang terasa jauh sekali... , jauuuh sekali?! Mana lagi keramaian yang menyenangkan diriku agar aku bisa menengok ke kiri dan ke kanan? Kenapa sekarang terasa menyebalkan dan menyusahkan?

Ibuku berada di sampingku sedang mendoakan saudariku tersebut. Ia adalah wanita yang shalihah dan taat. Aku tidak pernah melihatnya menyia-nyiakan waktu sedikitpun...

Kami masuk melewati pintu luar rumah sakit... Terdengar suara orang sakit mengaduh. Ada lagi orang yang tertimpa musibah kecelakaan mobil. Ada pula orang yang kedua matanya bolong... Tak diketahui lagi, apakah ia masih penjuduk dunia, atau penduduk akhirat? Sungguh pemandangan yang mengherankan yang belum pernah kusaksikan sebelumnya...

Kami menaiki tangga dengan cepat... Ternyata dia berada di dalam kamar gawat darurat. Saya akan mengantar kalian kepadanya... Perawat meneruskan perkataannya bahwa ia seorang putri yang baik sekali, dan dia menenangkan Ibuku: "Sesungguhnya dia dalam keadaan baik setelah tadi mengalami pingsan... ".

"Dilarang masuk lebih dari satu orang", demikian tertulis. "Ini kamar gawat darurat."
Melalui sela-sela beberapa orang dokter dan melalui celah•celah jendela kecil yang terdapat di kamar tersebut, aku melihat dengan kedua mata kepalaku sendiri saudariku Nurah sedang memandang ke arahku, sementara ibu berdiri di sampingnya... Setelah dua menit kemudian, ibuku keluar tanpa bisa menahan air matanya..

Mereka mengizinkanku masuk dan memberi salam kepadanya, dengan syarat, tidak boleh banyak berbicara kepadanya. "Dua menit, sudah cukup untuk saudari."

"Bagaimana kabarmu wahai Nurah?" tanyaku. Kemarin sore engkau baik-baik saja, apa yang terjadi pada dirimu?! Dia menjawabku setelah terlebih dahulu menekan tanganku. "Alhamdulilllah, aku sekarang baik-baik saja... " Ujarnya lagi. "Alhamdulillah... tetapi tanganmu dingin?" Tanyaku..

Aku duduk di sisi pembaringannya sambil mengelus-elus betisnya. Namun ia menyingkirkan betisnya dariku... "Maaf, kalau aku mengganggumu... Oh tidak, aku hanya sedang memikirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an, surah: Al-Qiyaamah: 29-30, yang artinya:
"Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau.."

Hendaknya engkau mendoakanku wahai saudariku Hanna, bisa jadi sebentar lagi aku akan menghadapi permulaan alam Akhirat... Perjalananku akan panjang, sementara bekalku amat sedikit...

Air mataku kontan berderai dari kedua belah mataku begitu aku mendengar ucapannya. Aku menangis, tidak lagi sadar di mana aku berada. Kedua mataku terus mengalirkan air mata karena tangisan, sehingga ayahku justru lebih mengkhawatirkan kondisiku daripada Nurah sendiri. Mereka sama sekali tidak terbiasa mendengar tangisan ini dan mengurung diri di kamarku..

Seiring tenggelamnya matahari, di hari yang penuh kedukaan... Muncullah keheningan panjang di rumah kami... Tiba-tiba masuklah saudari sepupu dari pihak ibuku dan saudari sepupu dari pihak ayahku.

Kejadian-kejadian yang sangat cepat... Orang-orang banyak berdatangan. Suara-suara ributpun terdengar bersahutan. Hanya satu yang aku ketahui: Nurah telah meninggal dunia.
Aku tidak dapat lagi membedakan siapa yang datang. Aku juga tidak mengetahui lagi apa yang mereka ucapkan....

Ya Allah. Di mana aku, dan apa yang sedang terjadi? Menangis pun, aku sudah tidak sanggup lagi.
Setelah itu mereka memberitahuku bahwa ayahku menarik tanganku untuk mengucapkan selamat tinggal kepada saudariku, untuk terakhir kalinya. Aku juga sempat menciumnya. Aku hanya ingat satu hal: ketika aku melihatnya ditutupkan, di atas pembaringan maut. Aku ingat akan kata-katanya (yang artinya): "Ketika betis-betis bertautan," akupun mengerti, bahwa: "semuanya tergiring menuju Rabbmu.."

Aku tidak ingat lagi bahwa aku pernah mengunjungi mushallanya, kecuali pada malam itu saja... Yakni ketika aku teringat, siapa yang menjadi pasanganku di rahim ibuku. Karena kami adalah dua anak kembar. Aku ingat, siapa yang selalu menemaniku dalam kedukaan. Aku ingat, siapa yang selalu menghilangkan kegundahanku. Siapa pula yang mendoakan diriku untuk mendapatkan petunjuk? Siapa pula yang berlinang air matanya sepanjang malam, ketika ia mengajakku berbicara tentang kematian, dan tentang hari hisab. Allah-lah yang menjadi tempat memohon pertolongan.

Inilah hari pertamanya di alam kubur. Ya Allah, berikanlah rahmat kepadanya di dalam kuburnya. Ya Allah berilah dia cahaya di dalam kuburnya.

Ini dia mushaf Al-Qur'annya, dan ini sajadahnya. Ini, ini dan ini lagi. Bahkan ini, ini adalah rok merahnya yang pernah dia nyatakan: akan kusimpan, untuk hari pernikahanku nanti!!
Aku juga ingat, dan akupun menangisi hari-hari yang telah berlalu itu. Aku terus saja menangis dan menangis berkepanjangan. Aku berdoa kepada Allah, agar memberi rahmatNya kepadaku, memberi taubat dan mengampuni diriku. Aku juga berdoa semoga saudariku itu mendapatkan keteguhan dalam kuburnya, sebagaimana juga yang sering menjadi doanya.

Secara tiba-tiba, aku bertanya kepada diriku sendiri: Bagaimana bila yang meninggal dunia adalah diriku? Kemana kira-kira tempat kembaliku? Aku tidak mampu mencari jawaban karena besarnya rasa takut yang mencekam diriku. Meledaklah tangisku dengan keras...

Allahu Akbar, Allahu Akbar. Adzan Shubuh pun berkumandang. Namun betapa merdunya terdengar kali ini.
Aku merasakan ketenangan dan ketentraman. Akupun mengulangi apa yang diucapkan oleh sang muadzin. Aku melipat selimutku dan berdiri tegak untuk melaksanakan shalat Shubuh. Aku shalat, bagaikan orang yang melakukannya untuk terakhir kali, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh saudariku dahulu. Dan ternyata, itu memang shalatnya yang terakhir.

Bila datang waktu sore, aku tidak lagi menunggu waktu pagi. Dan bila datang waktu pagi, aku tidak lagi menunggu waktu sore...


Sumber: Az-Zaman Al-Qaadim

Minggu, 07 Maret 2010

Make a dream in my mind





Aku benar-benar heran dengan pikiranku sendiri, entahlah terkadang sesuatu yang kupikirkan bertolak belakang dengan keadaan.Liburan yang seharusnya aku gunakan to refresh my mind, tp ternyata kerinduan untuk berjumpa dengan kampus tercinta kembali hadir. Ah, entahlah, jika aktifitas di kampus back again aku kepengin libur jd binung sendiri.Speak2 vacation ingin rasanya ku kunjungi pulau yang terletak sekitar 83 km dari jepara, katanya'a seh tuh pulau keren abiz, jauh dr keramaian apalagi pantainya belum terkontaminasi dg orang2 yang buang sampah sembarangan.kemaren aku coba buat googling di mbah google ternyata bener pantainya great view mengalahkan "edensor" (ya iyalah jelas edensor kan bukan pantai tp nama sebuah desa di pinggiran kota inggris sono...:P). wish one day i'll be there he..he..he

Minggu, 28 Februari 2010

"siang itu".


Siang menjelang dzuhur, memang hari ini, sebenarnya hari libur, sehabis UAS datang menghadang, hanya saja bagi Mahasiswa yang mengikuti ujian susulan di wajibkan untuk datang ke kampus, termasuk aku.Singkat cerita matkul yg di ujikan pun selesai, akhirnya kuputuskan untuk keluar dari ruangan, tapi entah mengapa pikiranku masih tetap tertinggal di dalam kelas tadi,saat sedang mengerjakan beberapa pertanyaan" Pengantar Bisnis" dan "Pemasaran 1". rasa-rasanya aku dapat menyelesaikan semua pertanyaan, hanya saja mengapa hati ini masih saja merasa ada yang kurang saat menjawab pertanyaan2 ujian tadi, yah aku ingat andai saja pengawas tadi memberikan keleluasaan waktu pasti akupun dapat menyelesaikan soal-soal dengan tidak tergesa-gesa. Tapi sudahlah semuanya telah berlalu, dalam hati berharap semoga saja hasil ujian tadi nilai"B" setidaknya sudah aku pegang. ku langkahkan kaki menyelusuri lorong sempit depan kampus, hembusan angin menyapa pelan wajah ku yang kubalut kerudung coklat, jalanan terasa sunyi senyap bagaikan siang yg tak berpenghuni, akhirnya ku putuskan untuk pulang, seperti biasa aku berdiri menunggu"D 15" untuk mengantarku ke perempatan gaplek, begitu turun mataku tertuju pada seorang lelaki yang berdiri di depan sana, lelaki yang saya rasa memiliki umur kisaran 40-45 an, ku lihat tatapan matanya yang kosong, kerut kulit yang tampak, serta guratan kelelahan melawan hari2 hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, "koran, koran,koran". sambil sesekali senyum kulihat mengembang di wajahnya, begitulah suara yang kudengar dari mulut pak'tua itu, dia seolah tanpa kenal lelah menjajankan korannya walaupun terik matahari begitu menyengat, lain lagi dengan ibu2 yang sedang berjualan buah sambil menggendong anak yang masih kecil, serta beberapa pemulung yang sedang mencari-cari bahan bekas untuk di jual kelapak juragannya, Tuhan aku tahu Engkau menciptakan setiap Makhluk yang bernafas atupun tidak bernafas bukan tanpa suatu alasan, dan aku tahu Engkau tidak pernah memberikan suatu Ujian ataupun Cobaan melebihi kemapuan setiap Makluk-Mu, dan aku tahu Engkaulah raja'a Adil dari segala raja, lantas bagaimana dengan mereka? apakah mereka tidak pernah merasa bahwa Engkau tidak adil terhadap nasib yang telah Engkau gariskan kepada mereka? sedangkan aku saja yang setidaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka terkadang menganggap bahwa Engkau tidak adil terhadapku (Tuhan Maafkan aku).Mungkin saja pak' tua penjual koran, ibu penjual buah, serta pemulung tadi memiliki apa yang dinamkan dengan"ikhlas, sabar maupun tawakal serta mereka tidak mau berpangku tangan menerima nasib begitu saja". sehingga walaupun mereka memiliki nasib yang kurang"beruntung" masih saja senyum mereka selalu hadir. Hari ini begitu banyak hal yang bisa aku pelajari dari mereka tentang rasa keikhlasan, sabar, serta tabah dalam menghadapi setiap garis kehidupan yang telah di lukiskan.

"Sahabat".


Tak ada seseorang pun yang ingin di anggap sebagai orang yang tak bisa menepati janji, begitulah ungkapan yang tepat di ucapkan untukku, jam menujukan pukul 11:30 menit, ketika kudapati beberapa sms yang masuk kekotak hpku, ku buka satu persatu ternyata, beberapa temanku menanyakan apakah aku jadi maen kerumah salah satu dari meraka atau tidak, sebenarnya sudah kuputuskan untuk mampir ke warung yang ada di depan kampus untuk membeli Bakso (makanan paporitku), tapi berhubung teman-teman yang lain menunggu akhirnya ku urungkan niat untuk membelinya,ku tapakan kaki meninggalkan warung bakso, tersebut.Kemudian akupun telfon satu temanku"B" yang kebetulan belum berangkat untuk bersama-sama kerumah "N". Cuaca sepertinya memang tak bersahabat, mendung mulai mengelayut dan beberapa awan berkumpul untuk menyelimuti langit, terang saja begitu aku masuh angot, hujanpun mulai berjatuhan membasahi tubuh mungilku, huh... mana aku sama sekali belum tahu rumah "N" lagi. tapi tak mengapalah lagi pula nanti aku akan berangkat bersama"B" setidaknya dalam perjalanan ada teman untuk sekedar berbagi cerita. Akhirnya akupun sampai di di depan pasar swalayan"R" untuk menunggu"B" yang nantinya aku akan berangkat bersama dia kerumah"N", aku paling benci jika harus menunggu, menunggu bagiku seperti mati dalam hitungan waktu, setelah beberapa menit menunggu akhirnya "B" pun datang dan kita melanjutkan perjalanan ke rumah"N". Walaupun hujan, becek (karena kami harus melewati pasar untuk sampai ke anggkot yang akan meneruskan perjalanan menuju rumah"N".) tapi hati kecilku tersenyum, aku masih beruntung memilki teman-teman seperti mereka, mau mengerti keadaanku, bisa membuatku tertawa, dan aku .....pada merekalah...:P, kemudian ku baca tulisan" Pondok aren". itu berarti aku telah sampai kerumah "N", sesampai di tumahnya bebrapa temanku sudah cengar-cengir, dan bilang kenapa baru dateng, sampai lumutan neh nungguin'a. Seperti biasa kamipun hanya berbicara tentang pekerjaan, kul, dan sambil sesekali mendengarkan music, makan, dan pulang. Singkat cerita, kamipun pamit untuk pulang, aku pulang bersama "B" lagi karena memang kami satu jurusan, dalam perjalanan pulang, kami saling share tentang kuliah yang sedang kami jalani, satu hal yang membuatku kagum denganya, bahwa dalam setiap UTS, maupun UAS dia sama sekali tidak pernah sedikitpun membuka catatan"MENYCONTEK", memang di kelas di terkenal cukup pandai, jika ada yang bertanya tentu dia mau menerangkan, istilahnya kepandaiannya tidak hanya untuk diri sendiri, hanya saja aku merasa tersentuh ketika dia bilang" ada beberapa teman-teman kita hanya membutuhkanku pada saat2 tertentu saja, misalnya ketika UTS, ataupun UAS, mereka akan sibuk mengSMS, menjelang hari2 itu, padahal ketika ujian telah selesai, ketika aku sms sama sekali tak di balas, atau terang saja ketika mereka sedang senang mereka akan melupakanku seolah-olah mereka tidak pernah menganggapku, yah akupun tak pernah mengharapkan jika mereka sedang bahagia mereka selalu mengingatku, tapi setidaknya hanya untuk menyapaku". Ya Tuhan, apa yang harus ku ucapkan, dalam hati aku hanya bisa merasakan apa yang sedang iya rasakan, Begitukah dalam persahabatan, mudahkah seseorang bisa melupakan kebaikan yang pernah di terimanya? dan semoga akupun tidak menjadi seperti yang "B" katakan.


"Sahabat"

Laksana semburat keemasan senja
Selalu memberikan keindahan di hati
seperti embun yang di pagi hari

selalu meneteskan kesejukan tersendiri
Hadirmu begitu nyata untuku
Engkaulah yang memberikan setitik cahaya


ketika gelap melanda
Engkaulah yang menjadi tempat bersandar
ketika ku tak bisa membendung air mata yang mengalir

Minggu, 21 Februari 2010

senyum kering biduk di langit masih terasa
saat aku tulis sajak-sajak rindu yang terasing
kerinduan kini mulai bertandang
dalam rasa yang tak bisa ku tepiskan

Kau kembali hadir dalam setiap rangkaian kata-kataku
kau telah menjadi bagian roh dalam seriap tulisanku
Aku rasakan kehidupan kembali hadir dalam sajakku


sengaja kutils sajak ini bersama siang yang mulai datang
bersama puncuk-pucuk cemara yang menari di sapa sang angin
aku kabarkan padamu bahwa angin pesisir
selalu merindukan angin gunung yang sejuk


aku hanya bisa berharap
dalam sajak-sajakku kelak
kau tetap hadir bersamaku
rangkai kata-kata tuk buat sajak baru

Diari lama

22-feb

siang menjelang dzuhur, pekerjaan sudah menunggu untuk di rampungkan, dengan cepat satu-persatu ku selesaikan. ku istirahtkan sejenak pikiranku dari semua beban yang kian lama kian menanjak, beban rindu kepada rumah, ibu, ayah dan segala. Entahlah terkadang aku sering berfikir bagaimanapun, aku sudah dewasa seharusnya bisa mengatasi hal-hal yang seperti itu, apalagi sekarang usiaku sudah semakin bertambah,tapi bagaimana aku bisa seharipun pikiranku tidak tertuju kepada keluargaku. kali ini hatiku seakan teremas kenangan memori masa lalu kembali mencuat datang membayang,aku masih ingat saat aku masih belasan tahun ketika aku bersama ayah pergi untuk memetik panen sayuran, setiap kali siang datang, akupun beranjak pergi ke gubug untuk sekedar meluruskan dan mengegelamkan kaki di aliran air, saat itu juga ayah pasti membawakan 2 buah kelapa muda yang dia petik, tanpa berkata sepatahpun ia,kupas kelapa dan memberikanya kepadaku, seringkali aku berfikir, aku ingin tahu apa yang sedang terlintas dalam benak ayah,sedang bahagiakah dia atau dukakah yang sedang bertandang di hatinya? hanya saja perhatian dan kasih sayang yang ia tunjukan kepadaku semakin menyakinkan bahwa sampai kapanpun beliau tidak akan pernah dapat di gantikan oleh siapapun. Aku memang lebih dekat dengan ayah, dari pada ibu...ya itu memang ku akui. Memang sifat ayahku tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang, kemaren saat aku pulang, tetap sama Dia tetap diam, hanya sepatah dua patah kata yang di ucapkan,hanya saja ada sesuatu yang berubah dari sikap ayahku, dan bulir2 airmata tak bisa ku bendung ketika aku menyaksikan begitu khusuknya ia berdoa dan suara tasbih mengalun sendu meresep ke lubuk hatiku, sekilas aku jadi malu,jika selama ini aku memang hanya mementingkan hal-hal yang bersifa duniawai saja. oh ya satu lagi , aku masih ingat ketika kemaren aku akan berangkat, ayah dan ibuku melambaikan tangan dan berkata" sekoalah yang bener, jangan pikirkan yang macam2,dan doaku selalu bersamamu".



siang kali ini aku benar2 rindu pada sosok ayahku, sedang apakah Dia?

Siang, ku titipakn ayah padammu.............